Rabu, 03 Desember 2014

AMDAL

Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Kegiatan AMDAL merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam mengembangkan usaha yang berdampak luas pada masyarakat. Dengan demikian AMDAL bagi pemerintah daerah dimanfaatkan untuk bahan perencanaan pembangunan wilayah. Lewat kegiatan AMDAL maka pemerintah daerah memiliki bahan yang cukup dalam membantu masyarakat dalam rangka memutuskan rencana usaha dan menjamin keberlanjutan usaha yang akan dikembangkan.
Kegiatan AMDAL melibatkan 4 dokumen, yakni :
a. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup. ( KA-ANDAL)
b. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
c. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
d. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ( RPL)


Aspek – aspek yang terdapat dalam amdal adalah :
1.    Aspek Sosial
Dampak positif dari aspek ini :
Dampak positif dari aspek sosial bagi masyarakat secara umum adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan :
a.       Perubahan demografi melalui terjadinya tingkat pengangguran, yaitu dalam pembuatan usaha tersebut tentunya pihak pengusaha membutuhkan tenaga kerja yang mana dapat diambil dari lingkungan masyarakat sekitar.
b.      Perubahan budaya yang dapat berdampak pada perubahan sikap masyarakat, yaitu masyarakat akan mendapatkan sebuah gambaran tentang berwirausaha.
Dampak negatif : Dampak negatif dari aspek sosial bagi masyarakat secara umum adalah polusi udara yang berasal dari asap mesin produksi yang nantinya akan berakibat buruk bagi masyarakat sekitar antara lain menggangu kesehatan masyarakat.
2.    Aspek Ekonomi
Dampak positif dari aspek ekonomi bagi masyarakat :
a.       Dapat meningkatkan ekonomi di lingkungan sekitar melalui : mengurangi pengangguran di lingkungan sekitar masyarakat yang akhir-akhir ini semakin bertambah.
b.       Menggali, mengatur dan menggunakan ekonomi sumber daya alam melalui : dengan adanya Bengkel Kenteng dan Cat Mobil tersebut masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas yang ada.
c.        Meningkatkan perekonomian pemerintah melalui : dengan adanya Bengkel Kenteng dan Cat Mobil tersebut dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang belum cukup maju.

3.     Aspek Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu aspek yang harus dipikirkan lebih jauh sebelum menentukan sebuah usaha. Hal ini dilakukan semata-mata agar seorang pengusaha dapat mengetahui dampak-dampak positif maupun negatif yang akan timbul dari sebuah usaha yang dilakukan.

Dampak Positif
Kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar yang bertambah yang mana itu dapat mengurangi tingkat pengangguran khususnya di lingkungan masyarakat tersebut.
Dampak Negatif

a.       Dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat walaupun tidak begitu signifikan.
b.      Polusi udara yang mana dapat mengganggu tingkat kesehatan masyarakat.
c.       Polusi suara yang berasal dari mesin produksi.
d.      Dapat mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.
4.    Aspek Sosial-Budaya
Analisis dampak lingkungan yang melibatkan sosial budaya berkaitan dengan upaya untuk memprediksi atau meramal dampak sosial-budaya terhadap dokumen AMDAL. Dampak sosial ekonomi di sekitar lokasi perlu diprediksi lewat dokumen AMDAL. Tujuannya antara lain bila lokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan tidak berdampak negatif.
Analisis ini bersifat kualitatif, artinya sulit dinyatakan dalam standard baku.
Analisis dampak lingkungan dari aspek sosial budaya melibatkan aspek sikap dan nilai.
Sikap dan nilai individu secara perseorangan, individu dalam kelompok kecil, individu dalam kelompok besar dapat berbeda dari waktu ke waktu,atau dari tempat yang satu ke tempat yang lain juga dapat berbeda.
Oleh sebab itu dalam upaya analisis mengenai dampak lingkungan ini diperlukan kesamaan pandangan dan titik temu antara keadaan real dengan standard yang sudah dikenal serta disepakati. Maksudnya adalah bahwa dalam implementasinya nanti diperlukan kesamaan pandangan dalam melakukan analisis dan kajian antara pihak investor, petugas dari instansi pemerintah dengan masyarakat di sekitar lokasi.
Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian antara lain kebisaan hidup, cara bergaul, cara beradaptasi, model komunikasi, konflik kepentingan, mobilitas masyarakat dan sebagainya. Hal ini disebabkan dari segi sosial budaya, masyarakat ikut menikmati hasil pembangunan dan sekaligus menerima dampak lingkungan yang negatif akibat proses pembangunan tersebut. Harapan masyarakat, lewat pembangunan yang dilaksanakan dapat diprediksi diperolehnya lingkungan yang seimbang, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang lebih meningkat bila dibandingkan kondisi sebelumnya. Apabila antara harapan dan kenyataan terdapat kesesuaian maka analisis mengenai dampak lingkungan telah sesuai dan benar.

AMDAL DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009
Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No. 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak besar”.  Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, pada UU No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan .....”.
Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin.
Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain:

AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Selain ke - 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu:
Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.

Kaitan UU No. 32 Tahun 209 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008:
Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah menerbitkan peraturan menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun Dokumen AMDAL (Permen. LH No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4  Permen. LH No. 11 Tahun 2008disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu dokumen AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim dan 2 orang Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat kompetensi. Sementara amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 28 adalah ”Penyusun dokumen sebagaimana ... wajib memiliki sertifikat penyusun dokumen AMDAL".  Jika yang dimaksud "penyusun dokumen AMDAL" pada undang-undang lingkungan yang baru adalah seluruh tim yang ada dalam suatu proses penyusunan dokumen AMDAL, maka dengan demikian Permen. LH No. 11 Tahun 2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi. Implikasinya selanjutnya adalah masa berlakunya persyaratan tersebut harus mundur sampai ada peraturan menteri yang secara rinci mengatur tentang hal itu sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada KLH untuk membuat peraturan yang mengatur lebih rinci hal tersebut.

Kaitan dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008:
Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan pengaturan yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku efektif pada tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi komisi penilai diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan yang menerbitkan lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi. Sementara dalam UU No. 32 Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus dilisensi selain komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota, tetapi juga terhadap komisi penilai AMDAL pusat dan propinsi yang bukti lisensinya diberikan oleh masing-masing pejabatnya (Menteri, gubernur, bupati dan walikota). Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk pengawasan terhadap pemberian lisensi tersebut jika masing-masing pejabat berhak mengeluarkan bukti lisensi terhadap komisi penilainya. Maka dalam perubahan Permen No. 06 Tahun 2008, KLH harus mengetatkan persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi penilai masing-masing daerah termasuk untuk komisi penilai penilai pusat.




Referensi:
 http://amdal-indonesia.blogspot.com/2009/11/amdal-dalam-uu-no-32-tahun-209.html
http://arifianfery.blogspot.com/2012/05/analisis-mengenai-dampak-lingkungan.html
http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/06/analisis-ekonomi-sosial-dan-lingkungan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_dampak_lingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar